Kesehatan
mata tidak boleh disepelekan dan harus dijaga dengan baik. Terlebih,
saat ini gaya hidup dan budaya kerja memaksa mata untuk bekerja lebih
keras, terutama saat mata berinteraksi dengan gadget. Hal tersebut
karena mata sangat rentan dengan berbagai penyakit yang akan
mengganggu pengelihatan bahkan menyebabkan kebutaan.
Dokter
spesialis mata Klinik Mata SMEC Dr Ikhsan Revino SpM mengungkapkan
mata yang selalu digunakan untuk melihat gadget seperti kompuer,
smartphone, maupun tablet dalam waktu lama dan tanpa istirahat.
Menggunakan gadget yang berarti menatap layar dalam jarak dekat dalam
waktu lama, memang akan menyebabkan kelelahan mata. Sebab mata
terpapar cahaya secara berlebihan.Hal tersebut dapat mengakibatkan
Asthenophia atau mata lelah, yaitu pupil mata lambat beraksi terhadap
cahaya karena telah berlebihan terkena cahaya. Dampak parahnya, bisa
menimbulkan silindris atau astigmat. “Pasien biasanya tidak sadar
dengan kondisi yang ada dan mereka baru pergi menemui dokter mata
setelah mengalami masalah yang lebih serius,” ungkap dia di
Jakarta, belum lama ini.
Tidak
hanya itu, lanjut Dr Ikhsan, pengunaan gadget yang lama akan
menganggu hormon Melatonin yang berfungsi sebagai anti oksidan dan
mengontrol tidur. Sehingga akan menurunkan ketahanan tubuh. Bahkan,
gaya hidup saat ini juga menyebabkan katarak terjadi pada usia yang
lebih muda. Jika dahulu katarak hanya terjadi pada pasien berusia 60
tahun, kini sering ditemukan pada mereka yang berusia 50 tahun.
Bahkan, pada usia 30 tahun. “Semua itu, bermula kelelahan mata yang
dibiarkan dan tidak ditangani segera. Untuk itu, gejala mata lelah
adalah mata perih dan berair. Kadang disertai nyeri di sekitar mata
sehingga terasa berat layaknya orang mengantuk,” jelas dia.
Sementara
itu, dokter spesialis mata anak SMEC Dr DAN Canara Sari SpM
menambahkan mata lelahjuga
biasa terjadi pada anak-anak. Mengingat, saat ini banyak anak-anak
yang telah terpapar gadget sejak kecil. Tak heran apabila sata ini
banyak ditemui anak-anak usia balita menggunakan kacamata. Hal
tersebut terjadi katena gadget memaksa mata anak untuk melihat secara
dekat dan lama-kelamaan akan mengganggu dan menurunkan kemampuan
fokus jarak jauh. Untuk itu, sebaiknya orang
tua agar anak-anaknya tidak berlebihan saat menggunakan gadget.
Namun, tidak ada batas waktu yang pas berapa lama dalam bermain
gadget. Ia menyarankan untuk anak rasanya satu jam cukup dan tidak
terus-menerus.
“Perhatikan
pencahayaan ruangan. Yang penting keseimbangan karena ada temuan
antara pemakaian gadget dengan myopia (rabun jauh). Menurut
penelitian di Singapura, anak yang aktivitas di luar rumahnya banyak
resiko (mata) minusnya berkurang,” tambah perempuan yang akrab
dipanggil dr Nanda.
Cek
Mata
Sementara
itu, Chief Executive Officer (CEO) SMEC Dr Imsyah Satari SpM
menambahkan, pada beberapa kasus mata lelah penderitanya kerap merasa
leher terasa berat. Bahkan, penderita kerap tidak mengetahui gejala
tersebut dan sering menganggapnya sebagai gejala darah tinggi atau
diabetes. Untuk itu, diperlukan pengecekan mata teratur untuk
mengetahui kondisi-kondisi yang
dapat menimbulkan kebutaan dapat diketahui lebih cepat dan pengobatan
dapat dilakukan lebih dini. Namun, banyak orang awam yag
beranggapan memeriksa mata hanyalah dengan kemampuan melihat yang
biasanya dilakukan dioptik-optik. “Padahal, pemeriksaan mata yang
sehat tidak hanya mencakup hal tersebut. Misalnya saja pemeriksaan
kondisi retina,” ujar dia.
Dr
Imsyah mengatakan pemeriksaan perlu dilakukan sedari dini. Anak di
bawah 3 tahun perlu diperiksakan kondisi matanya, khususnya bila
terlahir prematur dan terdapat sejarah adanya gangguan penglihatan
dalam keluarga. Kondisi-kondisi seperti Strabismus (juling),
Amblyopia (Lazy eyes) dan Ptosis (turunnya kelopak mata atas) akan
dapat diidentifikasi lebih dini dengan pemeriksaan tersebut, sehingga
dapat dilakukan terapi untuk kondisi tersebut. Sebelum anak mencapai
usia 5 tahun, lebih baik telah diperiksakan ketajaman penglihatan /
pemeriksaan visus. Pada usia sekolah pemeriksaan berkala sangat
penting, mengingat kurangnya ketajaman penglihatan akan menghambat
aktivitas anak baik di dalam maupun di luar kelas.Perlu diperhatikan
juga beberapa kondisi yang mungkin merupakan gejala suatu penyakit.
“Misalnya
saja, rasa tidak nyaman maupun sakit dalam melihat atau memutar bola
mata, kilatan cahaya yang mengganggu penglihatan, melihat suatu titik
atau tanda yang menetap pada ruang pandang, mata kering yang
menyebabkan rasa gatal dan terbakar,” papar dia.
Setelah
menginjak usia 40 tahun, lanjut dr Imsyah, perlu juga dilakukan
pemeriksaan mata yang menyeluruh. Hal ini dikarenakan beberapa
kondisi pada mata berkaitan dengan penambahan usia. Keluhan yang umum
dirasakan adalah rabun dekat. Kondisi lain yang perlu diperhatikan
adalah menurunnya ketajaman penglihatan yang merupakan pertanda
munculnya katarak, peningkatan tekanan dalam bola mata yang dapat
menyebabkan glaukoma, bahkan degenerasi makula, yang merupakan pusat
dari retina mata yang berperan untuk penglihatan yang baik. Bila
dalam keluarga terdapat sejarah gangguan penglihatan dan diabetes,
perlu dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi yang lebih sering
dibandingkan frekuensi pada biasanya.
Anjuran
Cek Mata
Berikut
merupakan anjuran dari American Academy of Ophthalmology mengenai
frekuensi pemeriksaan mata :
Di bawah 3 tahun : setiap menemui
dokter anak
Usia 3 – 19 tahun : setiap 1
sampai 2 tahun sekali
Usia 20 – 29 tahun : minimal 1
kali selama periode tersebut
Usia 30 – 39 tahun : minimal 2
kali selama periode tersebut
Usia 40 – 64 tahun : setiap 2
sampai 4 tahun sekali
Di atas 65 tahun : setiap 1 sampai
2 tahun sekali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar